___NyanYiaN PeRjaLanaN___
Monday, March 29, 2004
Bilik Kecil Sinovia

Ahad pagi kemarin, bareng dengan k' ichal, upload situs sinovia. Sengaja memilih pagi hari, karena di waktu ini, koneksi di warnet bisa cepat. Seluruh tampilan, script php dan segala yang berhubungan dengannya, dibuat oleh bapak ini. Saya sendiri, asli sama sekali buta dengan namanya php dkk. Rencana publish sinovia sudah lama, sejak akhir tahun kemarin. Tapi berhubung tidak dapat hostingan gratis yang support php -sebenarnya sudah mendaftar di t35, tapi balasan aktivasi tidak sampai-sampai juga, baru kemarin register ulang dan dapat balasan email aktivasi- baru ahad kemarin bisa upload.

Sinovia merupakan majalah kedokteran unhas. Pertama kali mengenalnya, saat di ospek sebagai mahasiswa baru. Selanjutnya, tahun kedua kuliah, sering berkunjung ke ruang sinovia (sebelum berpindah ke gedung student center). Sebuah kebetulan, bilik kecil sinovia, -demikian biasanya ruang sekretariat ini disebut- terletak berhadapan dengan ruang praktikum faal. Bilik kecil sinovia, dinamai demikian mungkin karena luas ruangannya yang kecil. Berukuran tiga kali empat meter, pintu ruangan ini selalu terbuka lebar. Di dinding atas pintu terdapat tulisan Bilik Kecil Sinovia, sebagai pengucap selamat datang. Lantai berselimutkan karpet berwarna abu-abu, dengan satu sisi dinding dalam berlukis grafiti cleopatra -mungkin-, sketsa perempuan berkerudung bercadar dari pensil warna, dan tampilan sampul depan tabloid sinovia edisi sebelumnya, dibingkai menghiasi sisi dinding lainnya. Sebuah lemari kayu besar terdapat di sudut ruang. Tempat ini juga menjadi favorit teman lain, karena terdapat mesin ketik yang bisa digunakan mengerjakan tugas pendahuluan, sebagai syarat masuk praktikum.
Tahun ketiga kuliah, diawali dengan penerimaan anggota magang, saya mulai berinteraksi dengan penghuni lain bilik ini (agak terlambat memang).

Ada sedikit cerita saat menjadi anggota magang. Pimred, langsung memberi tugas wawancara untuk laporan utama. Tidak ada pembekalan sama sekali, hanya diberitahu gambaran tentang laput dan siapa narasumber. Sisanya... terjun bebas. Bersama dengan dua rekan magang lainnya, thurie dan ridwan, sepakat bolos kuliah untuk mewawancarai narasumber di RS Angkatan Darat Pelamonia (isi laput tentang dokter militer, saat itu lagi gembor-gembornya antipati segala yang berbau militer). Tidak ada janji sebelumnya dengan narasumber, dan saat bertemu, para narasumber tadi justru menyuruh mengikuti pertemuan mereka. Kami cuma menurut, pikirnya, setelah pertemuan bisa langsung mewawancara. Kesempatan pula, narasumber yang didapat bisa lebih dari satu. Ternyata, pertemuan yang kami ikuti tidak lebih dari presentasi produk obat baru dari satu industri farmasi, walhasil cuma bengong saja. Setelah presentasi, ada jamuan makan siang. Hitung-hitung rejeki tugas pertama. Setelah pertemuan dan jamuan makan siang usai, saat mengkonfirmasi ulang maksud kedatangan dengan para narasumber, mereka malah bengong. Nah lho. Terpaksa, wawancara ditunda keesokan harinya.
Esoknya, setelah janjian dengan kedua rekan untuk membolos lagi, bertemu dengan narasumber. Narasumbernya malah keberatan diwawancarai. Namun setelah dijelaskan isi liputan, dan memberi draft pertanyaan, barulah ia mau (ternyata, beliau mengira isi liputan tentang peran militer dalam politik). Dan kami mulai sibuk mencatat semua jawaban yang diberikannya (maklum, tidak ada yang namanya tape recorder).
Saat tabloid sinovia terbit, membaca liputan utama, mencari-cari hasil wawancara kami, ternyata hanya sebagian kecil yang diambil. Hanya dua baris kalimat saja. Tapi rasanya kok senang banget.

Sayang, saya tidak terlalu lama berinteraksi dengan penghuni bilik kecil ini. Kesibukan saat memasuki stadium klinik, membuat saya lupa dengan mereka. Hanya pada saat-saat tertentu saja saya menyambangi mereka. Sungguh sayang. Dan akhir tahun lalu, saat bertemu dengan teman-teman di sinovia, ada keinginan untuk memperbaiki tampilan sinovia online yang sudah ada. Hasilnya sudah bisa dilihat sekarang, walau masih banyak kekurangannya.

PS : terimakasih banyak buat k' ipink, k' ippank, k' irham. buat sinocrew, keep da gud work friends. juga makasih banyak untuk k' ichal tentunya.

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 6:55 PM  
|
Thursday, March 25, 2004
Kemana perginya?

Dari mana datangnya?
Gampang, runut mundur saja.
Kepala mendongak. Memandang langitlangit, memandang lampu. Memandang kerumunan di sekitar bohlam limapuluh watt. Ada yang diam, ada yang terus bergerak. Kerumunan itu berasal dari satu barisan. Ada yang datang ada yang pulang. Dan ketika berpapasan, entah apa yang mereka lakukan. Mungkin bersalaman, mungkin berangkulan, bahkan mungkin saling berciuman; karena terlihat seperti itu. Kembali merunut mundur barisan yang datang, mengikuti barisan yang pulang. Berjalan dengan tubuh terbalik melawan gravitasi di langitlangit, lalu menukik ke bawah di dinding kayu, lalu menghilang di antara celah kecil kayu. Kemana?
Dari sana asalnya, dan pasti mereka membangun kerajaannya di dalam sana.
Kenapa? Mengapa malam hari?

Tubuh berwarna merah jingga, entah kaki atau tangan, berjumlah tiga pasang, berukuran lebih besar dari sesama marganya. Saya dulu pertama kali mengenalnya dengan nama semut rang-rang. Mereka seperti penguasa, menguasai pohon jambu air di halaman depan si kembar rio dan roi. Buah warna merah jambu, kulit licin mengkilap, menggiurkan. Harus berhati-hati bila memetik secara memanjat pohon, jika tidak ingin tergigit para penguasa itu. Lebih aman menggunakan galah bambu, walau tetap saja harus menepuknepukkan buah jambu ke tembok pagar. Agar mereka terlepas dari buah. Menguasai seluruh pohon, berjalan melingkari batang, dahan, ranting, dedaun, kembang dan buah. Di dahan paling pucuk, mereka merekatkan dedaunan menjadi satu, entah bagaimana caranya. Menjadi rumah rupanya, tempat tinggal yang nyaman, kerajaan bagi koloni mereka. Tapi itu kala pagi, siang, sore. Malam, saya tidak tahu, apakah mereka tetap berjalan melingkari batang, dahan, ranting, dedaun, kembang dan buah? Aneh saja rasanya menggalah buah jambu di malam hari. Selain tidak jelas terlihat, takut nanti di teriakin... pencuri...

Mereka masih berkerumun di sekitar bohlam limapuluh watt. Ada yang diam ada yang bergerak. Dengan gesit dan cekatan, entah tangan atau kaki, menangkap serangga kecil yang terbang sekitar bohlam. Dengan sayapnya mungkin coba berontak. Tapi mungkin juga, gigitan dan cengkeraman itu begitu kuat, belum lagi bantuan serangan dari rang-rang lainnya. Diam. Ada yang berhasil lepas, terbang, jatuh di atas meja persegi atau menimpa lima tubuh yang duduk di empat sisi meja. Seperti refleks, satu tangan yang tidak memegang kartu, menepis atau menjentiknya.

Kerumunan itu berasal dari satu barisan. Ada yang datang, lalu menebar mengitari bohlam. Mereka seperti penguasa. Cicak saja takut mendekat bohlam, hanya menunggu, berharap ada serangga kecil yang tersesat menjauhi cahaya. Kenapa tidak menyantapnya saja? mungkin rang-rang tidak enak, atau mungkin panas, seperti api, melepuh lidah?

Kerumunan itu berasal dari satu barisan. Ada yang pulang, berjalan dengan tubuh terbalik melawan gravitasi di langitlangit, lalu menukik mengikuti bidang dinding kayu. Ada serangga kecil dalam cengkeraman kokoh gigi atau taring. Menghilang di celah kecil dinding kayu. Seperti apa kerajaan mereka di dalam sana? Apakah ada dedaun yang terekat satu sama lain? Dan ini bukan pagi, siang atau sore. Tapi malam.

Langit biru, sebagian menyisakan awan jingga dan gelap perlahan hilang. Bintang-bintang kasat mata, terkalahkan benderang matahari. Saatnya memadamkan lampu yang menyala semalaman. Mendongak, memandang bohlam limapuluh watt, memandang langitlangit. Sepi, lengang. Tidak ada kerumunan. Kemana perginya?
Sudahlah, malam nanti mereka akan datang kembali, juga malam esok, esoknya lagi, esoknya lagi-lagi-dan lagi. Sampai kau merasa terbias, dan mungkin lupa untuk menanyakannya lagi. Sekarang, bersihkan saja meja persegi dari (maap) kotoran cicak yang menimpanya. Ups, tunggu. Biarkan saja mengering dulu terkena angin. Akan lebih mudah membersihkannya, dan juga baunya berkurang.
Emmm... kemana perginya kunangkunang di siang hari?

kala letih meraja *tzzsaahhh* bawaannya jadi ngelantur mulu :p gegegeg.... pala masih sering puyeng nyut.. nyut.. nelan analgetik malas, paling cuma bisa ngilangin sebentar

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 7:03 PM  
|
Monday, March 22, 2004
Hari ini saya ingin melempar batu



Hari ini saya belajar melempar batu;
menggenggam erat hingga menyembul uraturat nadi,
menghempas keras hingga lengan serasa melesat bersama,

Hari ini saya ingin melempar batu;
karena batu tak kan pernah habis,
seperti rumahrumah yang kau hancurkan,
karena batu tak kan pernah habis,
seperti tembokmu yang kan runtuh,

Hari ini saya ingin melempar batu;
tepat di wajah culasmu,
tepat di wajah pongah kalian,
hari ini saya ingin melempar batu
hingga batu bicara*
hingga batu bicara

asy syahid syekh ahmad yassin, duka palestina
*) al hadist

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 6:38 PM  
|
Maret setahun silam

biru langit hening,
segores awan putih,
hijau pokok dedaun
kuning kelopakkelopak
bunga matahari;
berharap halau resah
berharap sirna lelah
berharap hadir asa yang hilang


Maret setahun silam. Kala pertama belajar blogging. Cukup menekan tombol-tombol di keyboard ataupun sekali memijit mouse, akan tersaji seribusatu kisah dalam pendar layar monitor. Takjub. Saya selalu takjub dengan peradaban maya ini. Bagaimana bisa seribusatu kisah itu muncul dalam pendar monitor? Apakah seribusatu kisah itu -dari ruangruang yang berbeda- berlarian menyusuri serat-serat optik, melayang-layang di udara, kemudian kembali menyusuri serat-serat optik lagi hingga bermunculan dalam pendar monitor? Jika ya, tentu begitu banyak kisah -amarah, suka, kecewa, haru, sedih, putus asa, sesal, duka- yang melayang kasat mata di udara. Menunggu giliran hingga jari menekan tombol keyboard, memijit mouse agar ia wujud dalam pendar layar monitor.

Maret setahun silam. Kala pertama belajar blogging. Takjub, memandang lekat pendar monitor. Membaca perlahan, di antara resah dan kesal akan polah pongah Bush. Mengaku diri sang pahlawan, dan bom berjatuhan meluluhlantakkan tanah irak.

for my lovely brother, ichal, makasih banyak telah memperkenalkan sisi lain sebuah peradaban maya. Bukan hanya sekedar menyisipkan kata kunci pada kolom mesin pencari untuk melengkapi setumpuk referat yang memburu, tapi pada seribusatu kisah penghuni perkampungan maya.

iseng pengen baca catatan silam, klik di sini

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 6:38 PM  
|
Thursday, March 18, 2004
Bukan di Negeri Dongeng

Ini judul buku. Belum lama saya membelinya, sekitar dua pekan yang lalu di toko buku kecil pintu dua kampus unhas tamalanrea. Tadinya mengira semacam chicken soup seperti buku pelangi nurani dari penerbit yang sama. Setelah di baca sampai habis, sebagian besar berisi cerita tentang aktivis salah satu partai. Menarik, dan saya ingin posting salah satu kisah, yang bagi saya sangat memikat. Saya tidak bermaksud untuk berkampanye, tapi mungkin terlihat seperti itu adanya. Yang menilai kan para pengunjung rumah maya ini sendiri. Silakan dibaca, kalau tidak tertarik, tinggal menutup jendela rumah maya ini atu ke tempat ini saja.

Rezeki Milik Siapa?
(Bukan Di Negeri Dongeng, h6-8, Helvy Tiana Rosa, Izzatul Jannah dkk, Syaamil, cetakan kelima, desember '03)

Sosoknya tinggi besar, ada bekas sujud pada keningnya. Gaya bicara yang lembut tetapi tegas adalah ciri yang melekat padanya. Mantan aktivis PII (Pelajar Islam Indonesia) wilayah Jawa Tengah ini sudah berdakwah sejak remaja. Sosoknya yang sederhana, gampang belas kasih pada kaum dhuafa adalah sosok istimewa di tengah-tengah gemerlapnya fasilitas anggota Dewan. Ya, Pak Zubair Syafawi kini adalah anggota legislatif DPRD I Jawa Tengah dari Partai Keadilan.

Tahun ini beliau dicalonkan menjadi gubernur/wagub Jawa Tengah. Tahukah anda, beliaulah calon gubernur/wagub yang memiliki harta paling sedikit? Aset kepemilikan beliau ketika dihitung hanya sejumlah Rp. 20 juta ! Tidak lebih! Masya Allah. Saya tergugu mendengarnya.
Karena kebetulan saya dekat dengan keluarga beliau, saya tahu Pak Zubair dan Bu Dyah adalah sepasang suami-istri tangguh yang telah bertekad
menginfakkan seluruh hidupnya untuk dakwah Islam dan tidak sedikit pun hendak mengambil rezeki lebih dari jalan dakwah yang beliau pilih.

Berputra hampir enam, rumah masih kontrak di daerah pemukiman padat, tidak memiliki kursi tamu sehingga setiap tamu diterima dengan lesehan, tidak memiliki kendaraan pribadi sehingga pergi kemanapun - termasuk ke kantor DPRD - memakai angkutan umum.
Dan, tahukah anda bahwa Pak Zubair hanya mengambil gaji dari Dewan secukupnya dan selebihnya selalu diberikan pada bendahara partai?

Ini adalah sepenggal kasih yang saya dengar sendiri dari istri beliau, Ibu Dyah
Rahmawati, sepanjang perjalanan di wilayah barat Jawa Tengah.
"Bu Dyah, ceritakan pada saya tentang kemanfaatan duniawi," pinta saya pada beliau.
Beliau tersenyum sambil memandang mata saya. "Harta duniawi itu kemanfaatannya tergantung pada kita. Kemanfaatannya terbagi menjadi tiga. Yang paling rendah adalah hisbusyaithan (jalan syetan), yaitu ketika kita tabsyir (menyia-nyiakan harta, bermegah-megah dan melupakan dhuafa). Tingkat berikutnya adalah intifa' (kemanfaatan), yakni ketika kita memiliki harta dan kemanfaatannya dirasakan oleh kita, keluarga dan sekaligus umat. Contohnya bila kamu punya mobil, katanya pada saya," maka itu intifa'
ketika bermafaat tidak hanya untuk diri dan keluarga tetapi juga untuk dakwah. Nah, yang tertinggi itu fisabilillah, yakni ketika seluruh diri, keluarga dan harta yang kita miliki kita berikan seluruhnya untuk dakwah, kita mengambil secukupnya saja, sekadarnya."
"Jadi, Ibu tidak pernah menabung? Untuk persiapan anak-anak, misalnya?" Tanya saya gelisah.
Beliau hanya tertawa. Dan saya menyaksikan sendiri bahwa visi itu tidak sekadar visi, tetapi telah menjadi karakter pada diri beliau berdua.

Suatu saat, Pak Zubair mendapat rezeki yang banyak, lebih dari kebutuhan sehari-hari keluarga mereka. Maka, beliau meletakkan rezeki itu diatas meja.
"Pak, mengapa uang begitu banyak diletakkan begitu saja di meja?" Tanya Bu Dyah.
"Itu bukan rezeki kita, Bu. Semoga nanti diambil oleh pemiliknya," kata Pak Zubair tenang. Lalu beliau melanjutkan kesibukannya, demikian pula Bu Dyah yang telah cukup dengan keterangan Pak Zubair.
Maka, ketika hari telah menjelang siang, datanglah salah seorang tetangga Pak Zubair, seorang pengemudi becak. "Assalamu'alaikum Pak Zubair ., tolong.tolong.saya, Pak.!"
"Wa'alaikumussalam. monggo, Pak.,lenggah rumiyin. Duduk dulu.! Apa yang bisa dibantu, Pak?"
"Saya. saya tidak punya uang untuk menebus anak saya dari rumah sakit, Pak."
Masih dengan senyum menenangkan, Pak Zubair mengambil uang yang sedari pagi tergeletak
di atas meja. Utuh dalam amplopnya. "Yang empunya rezeki sudah mengambil haknya, Bu,"
Bisik Pak Zubair pada Bu Dyah.

*) Izzatul Jannah


Sungguh, saya seperti berada di sebuah negeri dongeng ketika membaca kisah ini. Betapa sederhananya. Semoga saja semakin banyak orangorang yang berhati mulia, pemimpin yang amanah, seperti yang tertulis dalam sejarah. Seperti yang terkisah dalam lima syair tentang warisan harta nya pak taufik ismail. Semoga saja...

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 10:37 AM  
|
Monday, March 15, 2004
Lelah: halaman hampa

memungut kepingan semangat, lama sudah ia jatuh
berhamburan, lupa saya akan bentuknya kini
letih
lelah
saya seperti menyusun puzzle
yang tak pernah lengkap
kemana perginya semangat yang hilang?
hening
hampa
kosong

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 1:06 PM  
|
Thursday, March 11, 2004
Kenapa harus melaju cepat?

Hei, kenapa harus melaju cepat? adakah bulirbulir air itu menakutkanmu?
Hei, kenapa harus menginjak pedal gas dalamdalam? bukankah kau merasa nyaman, terlindungi. Tak ada cemas bulirbulir air menimpa, meresap basah pakaianmu.
Hei, kenapa tidak mengurangi laju? adakah wiper yang bergerak konstan pada keteraturan di balik kaca, mengaburkan pandangan? Hei... lihatlah, saya di tepi jalan, tanpa payung tanpa pelindung.
Hei, kenapa tidak melepas pijakan pada pedal gas? agar ragu itu terhalau, beri waktu melintas lajur beberapa depa beberapa saat. Hampir habis celah bagi bulirbulir air meresap basah.
Hei, kenapa...
Hei, kenapa saya menyalahkan kalian ya? Jelas mendung pekat terapung, masih gengsi juga bawa payung.

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 7:16 PM  
|
Monday, March 08, 2004
Senyum

Tidak ada yang berbeda dari sosoknya. Sama seperti kebanyakan penjaja makanan lainnya di atas kereta api. Bakul besar yang dililit kain panjang ke tubuhnya, berisi aneka lauk. Perempuan, usia paruh baya, rambut yang mulai memutih dan keriput di wajah menandakannya. Berjalan dari satu gerbong ke lainnya, tersenyum ramah ke setiap penumpang. Perempuan paruh baya itu berhenti di samping saya. Ayam bumbu kuning, balado telor, tempetahu bacem, rempelahati bumbu ditusuk sate, emmm… terlihat nikmat. Tapi lambung sudah terisi penuh. Sebelum keberangkatan, si mbah sudah maksa makan. Pagi-pagi makan sate kambing dan ayam ingkung. Uhh… kenyang. Perempuan paruh baya itu masih berdiri di samping saya. Gelengan kepala membalas senyum ramahnya.

Mei tahun lalu. Selepas menghadiri pernikahan sepupu saya di brebes. Kembali ke bekasi dengan kereta api (dari bekasi ke brebes naik bis). Tepat jam sebelas siang, fajar utama meninggalkan stasiun tegal. Melewati kota brebes, membelah lahan pertanian bawang. Musim panen, bawang ditumpuk membentuk gunungan berwarna merah, paling atas berwarna hijau, berlarian di jendela kereta api.

Selepas stasiun cirebon, suasana dalam kereta semakin ramai. Penjaja makanan; pecel lontong, telor asin, tahu goreng, emping, sale pisang, boneka, dan juga perempuan paruh baya itu; berjalan tidak pernah henti. Tidak pernah henti menyodorkan dagangannya, dan juga senyum. Mendekati stasiun cikampek, perempuan paroh baya itu duduk menggeletak. Meletakkan bakul di sisinya, tidak jauh dari tempat duduk saya. Berbincang dengan mbok lontong pecel. Lamat, saya menangkap pembicaraan mereka yang memakai bahasa jawa (saya kurang bisa berbahasa jawa). Tapi dari pembicaraan mereka, saya tahu kalo hari itu penghasilan mereka kurang. Perempuan paroh baya itu tetap tersenyum. Bukan, bukan senyum yang dibuat untuk menarik pembeli. Bukan pula senyum melepas perih. Senyumnya sangat indah. Mungkin senyum mensyukuri nikmatNya. Rabb, ajari saya untuk selalu mensyukuri nikmatMu. Selepas stasiun cikampek, perempuan paroh baya itu tidak tampak lagi.

ps : buat ikabaso, ane cuma bisa titip doa, semoga ente cepat diberi kesembuhan dan lekas pulih olehNya, biar bisa smackdown lagi sama deon, maen roti hotdog :D
jangan lupa kalo makan bakso jangan ditelan bulatbulat, ntar keselek... potong dulu jadi 8 bagian, satu bagian buat item :p

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 7:29 PM  
|
Thursday, March 04, 2004
Polisi...

Klakson yang ditekan berkalikali, suara gas yang terus digerung, memaksa kendaraan lain menepi. Memberi jalan. Satu, dua, … lima. Lima lelaki dengan motor trailnya, masih menarik pedal gas kuat-kuat, menambah bising jalanan yang memang sudah bising. Mengebut, mungkin sedang unjuk kebolehan mengejar penjahat. Meninggalkan asap hitam melayang perlahan. Di punggung kaos coklat gelap ketat tertulis perintis. Merintis jalan menuju…

Priiittt… ia berdiri di tengah jalan pada satu lajur. Semua kendaraan pada jalur lurus berhenti. Siapa yang berani menabraknya? Ia tidak berseragam. Topi rimba hitam menutupi kepalanya, memakai kaos lengan panjang, celana panjang jeans robek pada satu lutut. Sempritan dijadikan kalung, pentungan kayu cat merah di satu tangan. Diayun-ayunkan, seperti memberi komando yang dilakukan polisi lalulintas sungguhan. Priiittt… semua kendaraan pada jalur lurus berhenti. Mempersilahkan kendaraan yang akan berbelok keluar dan masuk. Tangan menjulur dari kaca jendela mobil yang terbuka. Lelaki dengan pentungan di satu tangan sedikit membungkuk, mengucapkan terimakasih. Kepingan receh berpindah tangan. Polisi cepek namanya.

Hijau berarti jalan. Merah wajib hukumnya untuk berhenti. Jangan coba-coba nekat. Berani maju? Priiittt… sosok berseragam coklat muda bersahabat tiba-tiba kan muncul dari balik pohon besar peneduh jalan. Ia akan menyapamu, melempar senyum, berbasa-basi menawarkan perdamaian. Ini namanya…

Matahari hampir tepat di atas kepala. Dalam monitor tv berbagai ukuran di rumah-rumah. Berpindah satu saluran ke lainnya, hampir seragam. Pembawa berita dengan ekspresi dibuat sangar dan garang. Menampilkan aksi ala film-film hollywood. Sekelompok orang, berseragam preman, pistol di tangan, berlarian di jalan, lorong-lorong, mengendap, mengepung, mendobrak pintu dengan satu kaki. Braaakkk! JANGAN BERGERAK, ANGKAT TANGAN!!!

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 10:33 AM  
|
Monday, March 01, 2004
Sudut ruang, dialog maya

+ wow, di sini dingin sekali.. brrrr...
- dingin?
+ ya, di luar lagi turun salju
- salju? seperti apa?
+ seperti kapuk yang beterbangan, berhamburan saat kau perang bantal..
- hahaha... tidak, saya tidak ingin melihatnya..
(hening, tarikan nafas dalam, hembusan panjang)
- saya ingin merasakannya... seperti apa ketika salju jatuh menyentuhmu?
+ dingin
- sudah pasti bukan? lembut?
+ ya
- seperti kapas?
+ ya
- merekah ketika menghempas tubuhmu?
+ ya
(hening, kali kedua)
- terimakasih... saya merasakannya...
(seandainya kau tahu, saya hanya bisa meraba dan merasakan. Tidak
begitu banyak yang terekam dan tersimpan dalam memori. Bersyukur,
saya masih sempat memiliki masa enam tahun. Melihat salju, di tv, seperti
yang kau ceritakan. Melihat warnawarni pelangi, seperti apa merah, seperti
apa kuning, seperti apa hijau, biru, putih. Enam tahun, kemudian
warnawarni itu memudar kabur. Menyisakan satu warna. Hitam, kelam.)


*) pada sebuah kenangan
4 erick, tq v'much brother

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 7:26 PM  
|
 
IntRo
selalu periksa keadaan batinmu
menggunakan Sang Raja dari hatimu
tembaga tidak pernah mengetahui dirinya tembaga
sebelum berubah menjadi emas
Matsnawi, Jallaluddin Rumi

DiRi
adhi/M/'79
-makassar-
menulis dan membingkai
pemimpi yang ingin mengenal tanah airnya lebih jauh
BaRugA MaKaSsaR

antarnisti
aes el barca
apiss
ardin
asri tadda
asrulsyam
batangase
blueveil
cikal61
Dg. Nuntung
dj di melbourne
essoweni
ichal
ichal di nangroe aceh darussalam
Ifool
imran
Irha
KotakJimpe
LelakiSenja
leo
mamie
nani
ntan
nyomnyom
Ocha
PasarCidu
Prof Mus
psycho-poet
pecandu buku
PuteE
RaRa
sukab
TalluRoda
TerbangBebas
Tri-Multiply
uchie


JenDeLa SapA

JenDeLa SaHabaT
i suppoRt
CataTaN SiLaM
KoTaK SiLaM
SeNanduNg
KeluArgA MayA
banner angingmammiri
BlogFam Community
BeruCaP TeRimaKasiH

Allah Maha Kuasa, pemberi hidup.
Ichal yang pertama kali memperkenalkanku pada dunia blog dan juga support plus kompienya yang siap diacak-acak,
BloggerCom buat layanan jasa gratisnya,
Isnaini.Com, buat script leotnya,
photobucket buat tempat menyimpan gambar dan foto,
dan juga karibku hitam abu - aswad - loboh yang senantiasa bersedia menjadi mata visual keduaku.

Affiliates
15n41n1