___NyanYiaN PeRjaLanaN___
Saturday, January 31, 2004
Langit merah dan kunang-kunang

Malam di soroako. Terasa sunyi, tidak ada keramaian seperti yang dijumpai di kota-kota besar. Hingar bingar musik, berbagai sorot lampu-lampu kendaraan, manusia yang tumpah ruah memenuhi mall-mall megah. Pasar baru, kota soroako lama. Lods-lods sembako, pecah belah dan sayuran masih terbuka. Tidak sampai larut. Tenda-tenda beratap terpal plastik, menawarkan minuman penghangat sara’ba dan singkong goreng, menyajikan santap malam menu lautan yang bahannya berasal dari kota pesisir laut malili. Menyumbang keramaian.

Di satu bagian, langit malam sesaat memerah lalu perlahan kembali pekat. Langit merah, pertanda mobil-mobil haulmaster di kawasan pertambangan sedang beroperasi. Mobil haulmaster, menyerupai trek (truck). Di bagian belakang terdapat bak berbentuk mangkuk yang berisi slag (limbah hasil pembakaran yang masih membara). Tentunya, bagian mangkuk ini terbuat dari bahan baja khusus, sehingga tidak meleleh ketika mengangkut slag yang suhunya sangatsangatlah tinggi. Entah berapa. Secara bergantian, slag dituangkan di suatu cerukan. Ketika mengalir, slag membara ini akan memerahkan langit kelam. Sehingga di malam hari, menjadi tontonan yang menarik. Butuh waktu lama hingga slag ini dingin. Kabarnya, bisa mencapai tiga bulan. Selama itu slag akan terus mengepulkan asap. Tidak hanya satu cerukan untuk menuang slag, tapi ada beberapa cerukan.

Satu bagian langit yang memerah sesaat, lalu kembali kelam. Dan kunang-kunang yang beterbangan. Hiburan sambil menunggu loper koran. Lho kok? Koran harian Fajar terbitan makassar baru bisa dinikmati di malam hari. Biarpun sebagian berita sudah diketahui melalui media elektronik, tetap juga ditunggu. Hmm… fajar di malam hari. Malam di soroako yang kian larut, loper koran yang ngider, kunang-kunang yang beterbangan, dan satu bagian langit yang sesaat memerah.

Besok lebaran, buat teman-teman yang merayakan "selamat idul adha" semoga bisa berbagi kebahagiaan, dan buat yang sedang meniti jalan menuju mekah, ke baitul ka’bah, semoga menjadi haji mabrur. Tanggal 5 januari lalu penarikan hadiah ONH plus susu bendera mungkin sudah dilakukan. Dan dua pekan setelahnya, nama-nama pemenang diumumkan di harian nasional. Belum lihat pengumumannya sih, tapi kayaknya serupa dengan tahun sebelumnya, belum rejeki berangkat haji gratis :D

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 8:28 PM  
|
Thursday, January 29, 2004
Pantai air tawar

Postingan kali ini masih mau lanjutin cerita tentang soroako. Selain penuh marka jalan, soroako juga banyak memiliki lapangan tenis. Di tiap dusun pasti ada lapangan ini. Di sore hari dan akhir pekan, terkadang untuk bermain harus antri eh maap, bergantian maksudnya. Fasilitas olahraga di soroako terbilang cukup lengkap. Meja billiard, tenismeja, gedung bulutangkis sampai lapangan golf. Lapangan golfnya berdampingan dengan sawah. Jadi, kalau panen tiba, bukan hanya padi yang dituai, tapi juga bola golf nyasar hehe.. padahal pak taninya ngarapin telur itik. Yang tidak ada malah kolam renang. Kalau mau berenang, terpaksa nyemplung ke danau matano. Nah lho..

Danau matano, merupakan danau tektonik. Termasuk dalam sepuluh besar danau terdalam di dunia. Nama matano di ambil dari nama desa tempat sumber mata air danau ini berasal. Konon, mata air ini tidak pernah kering dan terus mengalirkan air. Dulu, di sumber mata air ini, penduduk setempat sering melakukan sesembahan melempar perhiasan emas ke dalamnya. Para bule diver yang pernah menyelam ke tempat ini memang menemukan berbagai perhiasan emas. Di soroako, tepian danau matano dijadikan sebagai tempat rekreasi. Dan yang unik, di beri nama pantai. Ada pantai ide, pantai salonsa, dan pantai kupu-kupu. Mendengar nama pantai, yang terbayang adalah hamparan pasir putih, ombak bergulung dan air bergaram. Di sini, walaupun berombak kecil, tapi tepian pantainya justru berbatu, berdasar tanah padat dan airnya dijamin tawar. Di tepi pantai juga ditanami rumput jepang, pohon-pohon besar dan tersedia fasilitas barbeque. Sambil berenang enaknya makan ikan bakar hehehe… Bule-bule ekspat di sini punya hobi nge rafting. Tapi raftnya itu perahu motor :p Pernah dengar Kabupaten Beteleme yang sempat rusuh? Dari soroako tinggal melintas danau matano selama sepuluh menit lalu dilanjutkan perjalanan darat kurang lebih setengah jam sudah sampai. Ups.. bahaya kalau provokator sampai di sini.

Selain danau matano, ada juga danau towuti. Lokasinya berdekatan tapi terletak di kecamatan yang berbeda. Danau towuti termasuk dalam sepuluh danau terluas di dunia. Menurut cerita, sering terjadi gelombang besar di danau ini. Kalau sudah begini, tidak ada pedunduk yang berani menggunakan transportasi air bepergian ke kampung lainnya.

Selain dua danau ini, juga ada bendungan mahalona. Berasal dari aliran sungai larona yang mengalir menuju kota malili, ibukota kabupaten. Dari bendungan inilah, sumber listrik di soroako dan beberapa desa sekitarnya dipasok. Jika saja bendungan ini jebol, maka kota malili yang terletak di dataran rendah terancam mengalami banjir bandang. Weks, semoga saja tidak terjadi. Soalnya, bendungan ini dulu sempat dapat ancaman teror bom, huhuhu….

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 9:08 AM  
|
Tuesday, January 27, 2004
Soroako

Pertengahan oktober tahun lalu. Seorang peserta yang duduk di “kursi panas” memutuskan untuk tidak melanjutkan permainan. Sebuah pertanyaan geografi, membuyarkan impiannya menjadi sang millionaire. Dari empat pilihan kota, satu di antaranya terletak di sulawesi selatan. Jika saja permainan dilanjutkan, si peserta akan menebak Soroako. Dengan alasan, orang sulawesi selatan kalau ngomong banyak menggunakan kata ko… ko… Wutzap, masa’ iya mas?

Soroako atau sorowako, sebenarnya hanyalah sebuah desa di pegunungan verbek. Terletak di timur laut kota makassar. Menuju ke sana, dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama 12 jam. Semua jasa transport darat, melakukan perjalanan di malam hari. Jangan harap dapat melihat petakan-petakan sawah, hutan dan pohon-pohon besarnya, serta biru laut pesisir. Semuanya terselimuti pekat malam. Yang ada hanya jejeran temaram lampu teras di tiap kampung, di selingi dengan pekat malam. Sunyi dan tenang. Mendekati soroako, jalanan menjadi berkelok dan mendaki, juga terkadang berkabut. Lampu-lampu pabrik yang terang benderang menyerupai miniatur kota megah, menyambut sesaat sebelum masuk ke desa soroako. Sesekali, di salah satu bagian, langit kelam berubah merah. Waktu tempuh dapat di singkat dengan menggunakan jasa penerbangan perintis. Cukup 1 jam. Pelita Air satu-satunya jasa penerbangan yang ada, dengan pesawat casa berpenumpang duabelas orang. Hanya saja, harga tiketnya jauh lebih mahal. Mengalahkan harga tiket makassar-jakarta yang saat ini lagi gila-gilanya perang harga murah.

Soroako menjadi pusat pertambangan nikel yang dikelola PT INCO sejak akhir tahun enampuluhan. Terdiri dari beberapa dusun yang lebih tepat disebut sebagai kompleks perumahan karyawan. Seluruh rumah karyawan berbentuk rumah panggung kayu, mengikuti tekstur tanah yang berbukit-bukit. Yang cukup unik, di dusun pontada, beberapa karyawan yang masih lajang menempati rumah yang terbuat dari kontainer. Satu kontainer di bagi menjadi dua ruang, yang di batasi oleh toilet dan kamar mandi. Tidak perlu takut kepanasan, tiap-tiap ruang dilengkapi dengan pendingin ruangan, juga kulkas.

Jalanan di kota ini dipenuhi dengan marka jalan.Tidak ada lampu lalu lintas. Semua pengemudi harus mentaatinya. Misalnya saja, di pertigaan jalan, pengemudi yang hendak mengambil jalan membelok harus berhenti terlebih dahulu. Memberikan kesempatan kepada pengemudi yang melintasi jalan lurus atau sekedar memastikan tidak ada kendaraan yang melewati jalan lurus tersebut. Bayangkan saja, jika hal seperti ini terjadi di kota besar dengan arus lalu lintas yang padat. Semua pengemudi di sini harus memiliki sim khusus. Begitu juga dengan mobil. Di tempeli dengan stiker yang merupakan penanda plat. Dari plat stiker ini dapat diketahui apakah mobil milik inco atau bukan. Jika plat diawali dengan huruf IN lalu angka, misal IN5001, ini berarti mobil milik inco. Dan bila diawali dengan huruf CT, berarti kontraktor. Mobil-mobil yang memasuki area pertambangan dilengkapi dengan antena yang tinggi, yang ujungnya dililitkan bendera kecil. Ini untuk mencegah mobil-mobil ini tidak kelindas mobil tambang 777 yang besarnya ngalahin gajah. Bus karyawan juga tersedia untuk mengangkut karyawan ke lokasi tambang. Bus-bus ini hanya menaikkan dan menurunkan penumpang di station atau halte yang ada. Di sini tidak ada angkot, yang ada justru pasukan ojek. Wutzap, ternyata ojek dimana-mana ada ya?


Foto yang di samping ini masuk kategori peringatan atau ancaman ya? Terus ngerti nggak maksudnya? Baca tulisan yang tergantung. Cukup 17 korban, jangan ditambah lagi. Mobil sekecil itu muat ditumpangi tujuh belas orang? mau mecahin rekor kali ya? Mungkin kesimpulannya seperti ini : kalau mau selamat dan tidak ingin celaka, jangan melebihi kapasitas kendaraan. *bingung mode on* :p

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 12:01 PM  
|
Wednesday, January 14, 2004
Kentongan Absen Ngeronda

Masih sering mendengar bunyi kentongan yang dipukul? Kentongan sederhana, biasanya terbuat dari bambu yang dilubangi salah satu sisinya. Sehingga bila dipukul akan menghasilkan bunyi yang nyaring. Dahulu, kentongan digunakan sebagai sarana komunikasi. Sekedar mengumpulkan massa ataupun peringatan akan suatu bencana. Hingga kini, kentongan masih sering dibunyikan pada saat ronda malam.
Waktu jaman SD dulu, saat agustusan sering diadakan lomba mukul kentongan. Ternyata, tiap keadaan yang akan diberitakan memiliki nada tersendiri. Misalnya saja kebakaran, cara memukul kentongan berbeda dengan jika terjadi pencurian. Dulu juga, di pos ronda dekat rumah tergantung kentongan kayu dengan ukuran yang besar. Pemukulnya selalu disembunyikan oleh pak ronda, tapi bareng teman-teman, kami selalu menemukannya. Siang hari, di waktu melepas lelah, kami memukulnya. Alhasil, bapak penghuni rumah depan pos ronda akan mencak-mencak, ngedumel, tidak jelas ngomong apa. Lha wong kita pada ngacir duluan...

Beberapa hari terakhir saya mau minta izin absen dulu dari dunia perblogingan ;p hehehe... Mohon maap tidak sempat ngeronda, sekedar menyapa dan memberi salam. Rumah maya ini saya titipkan pada Sang Peronda, biar aman heheuheu... eh, ini judul cerpen. Kalau mo ngebaca silakan. Met wiken semua...

Sang Peronda
*) Afifah Afra Amatullah

Semula memang aku berburuk sangka, menuduhnya berniat buruk. Sebuah dugaan yang menurutku logis. Bagaiman tidak?! Malam-malam lelaki itu bergerak di jalanan, menyelusuri gang-gang sempit, serta memeriksa gardu-gardu ronda, di perkampungan kumuh yang kutempati ini. Selalu, diawali ketika hawa malam mulai mengembuskan dinginnya, saat mata-mata mulai kelelahan dan menuntut untuk dipejamkan hingga ketika tetes-tetes embun berjatuhan mengerjapi bumi. Ia berjalan mengitari sudut-sudut yang hening, merencah desah khawatir dalam batinku.
“Barangkali dia pencuri,” ujar Dik Astuti curiga.
Aku termenung.
“Mungkin, dia sedang mencari celah lengah para penduduk kampung ini. Ketika melihat semua telah terlelap, maka ia akan beraksi.”
Kubenarkan dugaan itu dengan anggukan. Sebagai ketua Karang Taruna di kampung, aku harus segera beraksi, menyelamatkan warga dari skenario dan laku kejahatannya. Tiga malam berturut-turut ketika aku tengah memeriksa warung butut peninggalan mendiang ayah, kudapati detak langkahnya berpadu dengan kibaran jubah hitamnya.
Mencurigakan... karena ia orang asing. Aku tidak kenal. Sebagi sosok yang cukup banyak berkiprah di masyarakat, kupikir kecurigaanku cukup beralasan. Angka kriminalitas sedang tinggi-tingginya, akibat krisis berkepanjangan. Makhluk baru yang hinggap di kampung ini, Selalu dalam pantauanku.
“Aku akan coba menanyai. Jangan berburuk sangka terlebih dahulu. Mungkin dia orang baik-baik. Yah, barangkali ia ingin sekedar bersahabat dengan bintang-bintang.” Aku berpuisi.
Maka, malam inipun kutetapkan sebagai malam interogasi. Tentu saja setelah kufiniskan aktivitas rutinku. Jam dinding menunjukkan pukul 12.00. Warung butut telah kututup, sementara Astuti tampak capek seharian melayani para pembeli.
Sreeek... sreeek!!!
Kutajamkan pendengaranku. Langkah-langkah khasnya tertangkap di saraf auditusku. Ia telah datang...
Sosok tinggi besar, berpakaian serba hitam. Berjalan mantap dikeremangan akibat pendar lampu jalanan yang pelit memberikan sinar. Di saat penduduk terlelap... siapa tak curiga?


Mau lanjut, klik saja!

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 9:16 AM  
|
Monday, January 12, 2004
Mak Lia

“Di mana mako sekarang nak?”
Syukurlah, di usianya yang kepala tujuh, di antara penglihatannya yang mungkin mulai kabur, ia masih mengenal saya. Ya, ia mungkin hanya mengenal wajah saya, tapi tak mengapalah. Terlalu susah jika ia menghafal satu persatu nama mahasiswa di fakultas kami yang jumlahnya ribuan itu. Baik yang alumni ataupun masih kuliah. Penampilannya hampir tidak berubah. Kerutan ketuaan, rambut yang memutih tertutup rapi dengan selembar kain yang dilipat sedemikian rupa di kepalanya. Penuh kesahajaan dan keramahan.

Kami memanggilnya Mak Lia. Perempuan tua dengan tubuh yang ringkih, berjualan permen, cemilan dan rokok. Ia ada sejak kampus tamalanrea berdiri. Setidaknya, hampir semua mahasiswa FK yang kuliah di kampus baru ini memiliki sepenggal memori tentangnya. Termasuk saya. Dulu Mak Lia menata jualannya di atas meja kayu ringkih, yang siku-sikunya terpaku seadanya. Di lantai dua, samping ruang senat, di antara dua ruang kuliah utama dan laboratorium. Tempat yang selalu ramai, sebagai sekedar persinggahan dan bersosialisasi. Saya paling suka duduk di belakang Mak Lia. Begitu ada teman akrab yang berbelanja, tanpa malu saya segera berteriak,” Mak Lia... Aco/Becce yang bayarkan teh botolku!” Mak Lia hanya tersenyum mendengarnya, sebaliknya, teman langsung balas melotot. Strategi ini kadang berhasil, tapi lebih banyak gagalnya :D heheuheu... Meja ringkih Mak Lia juga sering dijadikan tempat penitipan tas. Maklum, begitu kuliah mulai dengan cara mengajar dosen yang membosankan, setelah isi absen dan dengan alasan mau pipis, kaburlah meninggalkan ruang kuliah. Mau pulang... tinggal ambil tas yang dititip di Mak Lia.
Mak Lia, perempuan yang di usia senja masih gigih mencari rejeki. Sifat malas belajar saya yang tidak ketulungan terkadang dikompensasi dengan berbuat curang di waktu ujian *malu mode on* Datang pagi-pagi, sekedar untuk menge cop tempat duduk dan atur posisi dengan teman berbuat curang *duh.. tambah malu* Di saat seperti inilah, saya menemukan Mak Lia sedang menyapu, mengatur meja dan menata rapi jualannya. Ia baru mengemas jualannya ketika kampus mulai kosong. Dan biasanya, ia akan memberi buah salak atau jeruk yang tersisa untuk kami.

Hampir setahun sudah kami tidak bertemu. Dan siang hari ini, saya menyambanginya. “Sudah lama maki jualan di sini Mak?” Sebuah pertanyaan yang rada-rada konyol saya lontarkan. Tentu saja jawabannya sudah saya ketahui. Dari cerita teman-teman, renovasi besar-besaran di fakultas, men cat rapi seluruh dinding, mengganti tegel tempo doeloe dengan keramik, bangku-bangku kayu rapuh berganti dengan kursi dan meja bergaya mall. Memaksa Mak Lia berpindah tempat jualan. Alasannya sederhana saja, biar lebih tertib dan tidak mengganggu keindahan suasana akademik. Sekarang Mak Lia menempati sebuah ruangan menyerupai pendopo, dekat tempat parkiran, berbagi ruang dengan penjual lainnya dari FK dan FKG. Dan bila hujan berangin kencang, bergegas seluruh jualannya dikemas. Daripada rusak terkena hujan.
“Dua bulan mi Nak.” Senyum selalu saja menghiasi wajahnya. “Dulu waktunya pertama sepi sekali ki nak, tapi sekarang mulai mi ramai. Biasa tong anak-anak koass yang kemari singgah belanja di sini.” Selanjutnya, dialog kami lebih cenderung memutar ulang rekaman masa lalunya. Tentang suaminya yang telah berpulang, ketiga putra-putrinya, hingga perkampungan tempat tinggalnya yang kini berdiri gedung fakultas hukum.
“Dulu di sini hutan jati, rumpun bambu, kebun mangga. Kalau mau masak tinggal ambil sayur di kebun nak, tidak susah. Sekarang kalau mau ki masak semuanya harus beli dulu.” Kali ini matanya menerawang. “Sebenarnya masih ada tanahku yang belum dapat ganti rugi. Katanya tunggu mi saja, nanti ada ji ganti ruginya. Tapi sampai mau ma mati begini belum pi saya dapat. Cape' ma'.” Ia tertawa. Ah.. Mak Lia, sosok yang penuh ketegaran. Tentunya begitu banyak penggalan kenangan tentangmu Mak. Semoga Allah senantiasa merahmatimu dan melimpahkan rezqi-Nya. Amin.

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 8:48 PM  
|
Saturday, January 10, 2004
Kue-kue Tekla

Sepertinya baru saja terjadi kemarin. Enam tahun lebih sudah, ketika untuk pertama kali saya melihatnya. Jasbog (kantin) pertanian. Posturnya tinggi, kurus dengan rambut yang agak keriting. Menggamit sebuah keranjang plastik. Berpindah dari meja satu ke lainnya. Tiap meja, ia singgahi cukup lama. Membuka sebuah pembicaraan rupanya. Sayang, ia belum sempat singgah ke meja kami, jam masuk kuliah memaksa kami untuk meninggalkan ruangan ini.
Sepekan kemudian, saya melihatnya kembali. Berbaur dalam sebuah prosesi penerimaan mahasiswa baru. Keranjang plastiknya dibiarkan tergeletak di koridor, tepat di sebelahnya. Kali ini, ia dikelilingi beberapa teman. Rupanya, keranjang plastik yang ia bawa berisi penganan kecil, panada dan jalangkote. Ukurannya besar-besar dan rasanya emm… nikmat!!

Sebulan setelahnya, ia menempati bilik kecil di fakultas kami. Berbagi ruang dengan jasa fotokopian. Penganan kecil dengan rasa yang sip dan harga murah, menambah jumlah pelanggannya. Dan kali ini tidak hanya panada dan jalangkote, tapi juga lemper, bakwan, songkolo, kue sus, aneka roti, croisant, donat berbagai rasa hingga hotdog dan pizza mungil dengan saos sambal tumis (unik bukan?). Tapi dari kesemuanya, bakwan yang paling favorit. Apalagi lombok (sambal) tumisnya yang puedes meriah.
Waktu terus berjalan. Dari hanya sebuah keranjang plastik, bilik kecil, hingga kini sebuah kantin luas yang ditempati sejak lima tahun lalu. Masih teringat dulu, ketika ia menempati bilik kecilnya. Menjelang sore, ketika kue-kue masih tersisa, ia selalu membagikannya kepada kami. Atau terkadang malah kami duluan yang ngomporin. Istilahnya japre aka jatah preman hehe…

Perempuan itu bernama tekla. Kedengaran agak aneh? Di lingkungan fakultas kami, siapa yang tidak mengenal perempuan peranakan flores – enrekang ini. Dulunya, ia hanya seorang pekerja di sebuah kantin. Dan kini ia telah memperkejakan tujuh karyawan, membuka usahanya di kampus UMI dan juga sebuah bimbingan belajar. Sebuah perjalanan yang cukup panjang tentunya. Belajar pada sebuah semangat yang gigih.

Jalangkote : penganan tradisional makassar, seperti kue pastel dengan kulit yang renyah, dimakan bersama saos sambal encer.
Songkolo : penganan terbuat dari beras ketan putih atau merah, dengan taburan parutan kelapa-gula merah. Biasa dimakan dengan ikan teri dan sambal tumis. Di makassar banyak dijual malam hari, sehingga disebut songkolo begadang ;p


posted by adhip @ dalam hening kata, kala 8:32 PM  
|
Thursday, January 08, 2004
Pasar cakar

Masih asing dengan judul di atas? Pengen tahu? Sabar sedikit ya, mungkin sepenggal kalimat di bawah ini bisa menjadi semacam petunjuk untuk menebak apa sih pasar cakar itu.

Masih ingat undang-undang pelarangan import pakaian bekas yang dikeluarkan pemerintah beberapa waktu lalu? Konon, asal usul undang-undang ini menyembul karena masuknya pakaian bekas import, meruntuhkan industri pertekstilan tanah air. Maklum, harga pakaian bekas import ini di pasaran jauh lebih murah. Ratusan bal pakaian bekas sitaan pun di berangus, di bakar dan kepulan asap pun membumbung.

Sudah ada petunjuk dan gambaran tentang pasar cakar? Pasar, sudah tahu kan artinya? Sedangkan cakar di sini merupakan singkatan dari “cap karung”. Masih belum ngeh juga apa itu cap karung? Cakar ataupun cap karung merupakan akronim populer di makassar untuk pakaian bekas import. Yap, karena pakaian bekas ini masuk dalam bentuk karungan. Dan jika saja anda plesiran keliling kota makassar, maka mata akan terbiasa menemui kompleks pedagang cakar ini. Dari yang menempati gedung pertokoan, bilik-bilik kayu, hingga yang hanya beratapkan langit beralaskan terpal. Dari pakaian-pakaian yang tergantung rapi hingga yang gelaran. Untuk memilahnya pun harus rela jongkok membongkar tumpukan pakaian dengan aroma khas ini. Sebagian besar cakar berasal dari korea, jepang dan taiwan. Dan sekarang cakar bukan monopoli pakaian lagi, tapi juga badcover, selimut, tas hingga keset.

Pelarangan import pakaian bekas boleh jadi sudah berlangsung beberapa bulan. Tapi perdagangan cakar di makassar tetap bergairah. Terbukti, lokalisasi baru muncul, pembeli tetap ramai. Dan tentunya sangat menolong golongan ekonomi lemah. Entah bagaimana pakaian ini bisa lolos sensor. Saya sendiri kadang-kadang ikut menyambangi tempat-tempat ini. Serunya kalau ramai-ramai dengan teman. Bongkar sanasini, kalau nemu barang bagus langsung nawar gila-gilaan. Lumayan, ngebikin abang atau mpok penjualnya ngelus dada atau bengong *untung si abang atau mpoknya nggak langsung balas nimpuk* Tapi kalau sudah kesengsem, harus rela berlama-laman hingga tercapai harga sepakat. Barang yang dibeli, biasanya pakaian, sampai rumah langsung dicuci dengan air panas. Malah diulang dua kali plus diberi pelembut dan pewangi pakaian, disetrika hingga licin, terus... hwuakakakak...

Nah... seandainya saja barang-barang cakar ini sudah nggak ada lagi, pasar-pasar cakar dibongkar, harga-harga tekstil kian melambung... emmm bisa menebak?

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 9:11 AM  
|
Thursday, January 01, 2004
Met taon baru 2004

Pernah bermain-main dengan imajinasi? Ketika tidak mencapai mimpi yang diharapkan, melambung bersama khayal, mengasikkan bukan?

Tertinggalkan waktu
*) peterpan

kau terbangun dari tidur panjang yang lelahkanmu
sesali wajahmu merenta kisahmu terlupa
kau sadari semua yang berjalan tlah tinggalkanmu
dan tak dapat merangkai semua dekat di
khayalmu
kau harapkan keajaiban datang
hadir di pundakmu
kau harapkan keajaiban melengkapi khayalmu

kau biarkan mimpi tetap mimpi yang melengkapi
khayalmu
kau terhenyak dan terbangunkan
dan harapkan keajaiban datang hadir di
pundakmu
kini waktu meninggalkanmu


Warung sara'ba, empat setengah jam menuju pergantian penanggalan masehi. Hujan baru saja reda. Deretan lampu merkuri, lampu-lampu kendaraan berkolaborasi membias di aspal jalanan. Belum terdengar suara terompet, terganti klakson yang bersaut-sautan. Manusia yang lalu lalang, menebarkan aura keriangan. Pasti setiap dari mereka memiliki mimpi yang menari-nari dalam benak. Berharap mimpi menjadi kenyataan. Selamat tahun baru 2004. Semoga segalanya menjadi lebih baik.

PS : selamat ulang tahun buat kak sudirman hn dan juga sinovia, maap, hutangnya belum terpenuhi.

posted by adhip @ dalam hening kata, kala 1:56 PM  
|
 
IntRo
selalu periksa keadaan batinmu
menggunakan Sang Raja dari hatimu
tembaga tidak pernah mengetahui dirinya tembaga
sebelum berubah menjadi emas
Matsnawi, Jallaluddin Rumi

DiRi
adhi/M/'79
-makassar-
menulis dan membingkai
pemimpi yang ingin mengenal tanah airnya lebih jauh
BaRugA MaKaSsaR

antarnisti
aes el barca
apiss
ardin
asri tadda
asrulsyam
batangase
blueveil
cikal61
Dg. Nuntung
dj di melbourne
essoweni
ichal
ichal di nangroe aceh darussalam
Ifool
imran
Irha
KotakJimpe
LelakiSenja
leo
mamie
nani
ntan
nyomnyom
Ocha
PasarCidu
Prof Mus
psycho-poet
pecandu buku
PuteE
RaRa
sukab
TalluRoda
TerbangBebas
Tri-Multiply
uchie


JenDeLa SapA

JenDeLa SaHabaT
i suppoRt
CataTaN SiLaM
KoTaK SiLaM
SeNanduNg
KeluArgA MayA
banner angingmammiri
BlogFam Community
BeruCaP TeRimaKasiH

Allah Maha Kuasa, pemberi hidup.
Ichal yang pertama kali memperkenalkanku pada dunia blog dan juga support plus kompienya yang siap diacak-acak,
BloggerCom buat layanan jasa gratisnya,
Isnaini.Com, buat script leotnya,
photobucket buat tempat menyimpan gambar dan foto,
dan juga karibku hitam abu - aswad - loboh yang senantiasa bersedia menjadi mata visual keduaku.

Affiliates
15n41n1