Tuesday, January 27, 2004 |
Soroako |
Pertengahan oktober tahun lalu. Seorang peserta yang duduk di “kursi panas” memutuskan untuk tidak melanjutkan permainan. Sebuah pertanyaan geografi, membuyarkan impiannya menjadi sang millionaire. Dari empat pilihan kota, satu di antaranya terletak di sulawesi selatan. Jika saja permainan dilanjutkan, si peserta akan menebak Soroako. Dengan alasan, orang sulawesi selatan kalau ngomong banyak menggunakan kata ko… ko… Wutzap, masa’ iya mas?
Soroako atau sorowako, sebenarnya hanyalah sebuah desa di pegunungan verbek. Terletak di timur laut kota makassar. Menuju ke sana, dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama 12 jam. Semua jasa transport darat, melakukan perjalanan di malam hari. Jangan harap dapat melihat petakan-petakan sawah, hutan dan pohon-pohon besarnya, serta biru laut pesisir. Semuanya terselimuti pekat malam. Yang ada hanya jejeran temaram lampu teras di tiap kampung, di selingi dengan pekat malam. Sunyi dan tenang. Mendekati soroako, jalanan menjadi berkelok dan mendaki, juga terkadang berkabut. Lampu-lampu pabrik yang terang benderang menyerupai miniatur kota megah, menyambut sesaat sebelum masuk ke desa soroako. Sesekali, di salah satu bagian, langit kelam berubah merah. Waktu tempuh dapat di singkat dengan menggunakan jasa penerbangan perintis. Cukup 1 jam. Pelita Air satu-satunya jasa penerbangan yang ada, dengan pesawat casa berpenumpang duabelas orang. Hanya saja, harga tiketnya jauh lebih mahal. Mengalahkan harga tiket makassar-jakarta yang saat ini lagi gila-gilanya perang harga murah.
Soroako menjadi pusat pertambangan nikel yang dikelola PT INCO sejak akhir tahun enampuluhan. Terdiri dari beberapa dusun yang lebih tepat disebut sebagai kompleks perumahan karyawan. Seluruh rumah karyawan berbentuk rumah panggung kayu, mengikuti tekstur tanah yang berbukit-bukit. Yang cukup unik, di dusun pontada, beberapa karyawan yang masih lajang menempati rumah yang terbuat dari kontainer. Satu kontainer di bagi menjadi dua ruang, yang di batasi oleh toilet dan kamar mandi. Tidak perlu takut kepanasan, tiap-tiap ruang dilengkapi dengan pendingin ruangan, juga kulkas.
Jalanan di kota ini dipenuhi dengan marka jalan.Tidak ada lampu lalu lintas. Semua pengemudi harus mentaatinya. Misalnya saja, di pertigaan jalan, pengemudi yang hendak mengambil jalan membelok harus berhenti terlebih dahulu. Memberikan kesempatan kepada pengemudi yang melintasi jalan lurus atau sekedar memastikan tidak ada kendaraan yang melewati jalan lurus tersebut. Bayangkan saja, jika hal seperti ini terjadi di kota besar dengan arus lalu lintas yang padat. Semua pengemudi di sini harus memiliki sim khusus. Begitu juga dengan mobil. Di tempeli dengan stiker yang merupakan penanda plat. Dari plat stiker ini dapat diketahui apakah mobil milik inco atau bukan. Jika plat diawali dengan huruf IN lalu angka, misal IN5001, ini berarti mobil milik inco. Dan bila diawali dengan huruf CT, berarti kontraktor. Mobil-mobil yang memasuki area pertambangan dilengkapi dengan antena yang tinggi, yang ujungnya dililitkan bendera kecil. Ini untuk mencegah mobil-mobil ini tidak kelindas mobil tambang 777 yang besarnya ngalahin gajah. Bus karyawan juga tersedia untuk mengangkut karyawan ke lokasi tambang. Bus-bus ini hanya menaikkan dan menurunkan penumpang di station atau halte yang ada. Di sini tidak ada angkot, yang ada justru pasukan ojek. Wutzap, ternyata ojek dimana-mana ada ya?
Foto yang di samping ini masuk kategori peringatan atau ancaman ya? Terus ngerti nggak maksudnya? Baca tulisan yang tergantung. Cukup 17 korban, jangan ditambah lagi. Mobil sekecil itu muat ditumpangi tujuh belas orang? mau mecahin rekor kali ya? Mungkin kesimpulannya seperti ini : kalau mau selamat dan tidak ingin celaka, jangan melebihi kapasitas kendaraan. *bingung mode on* :p
|
posted by adhip @ dalam hening kata, kala 12:01 PM |
|
|
|
|
|