Friday, February 27, 2004 |
Kamar tiga kali tiga |
Tiap kali menyusuri setapak menuju kampus, saya selalu berharap jendela kamar itu terbuka. Penanda pemiliknya ada. Berkunjung sejenak, sekedar menyapa dan bertanya rencana kegiatannya.
Tiap kali menyusuri setapak menuju rumah -bila tidak pulang bersamanya- saya selalu berharap jendela kamar itu terbuka. Penanda penghuninya ada. Berlamalama, sekedar tetirahan melepas penat dan tawa. Dan biasanya, ruangan kecil ini akan dipenuhi tawa tetamu lainnya -bukan hanya saya.
Ya, ruangan kecil. Kamar ukuran tiga kali tiga meter. Satu dari sekian banyak kamar pondokan di sekitar kampus unhas tamalanrea.
Masih jelas dalam ingatan, tiap detil perubahan kamar ini. Usai subuh -berharap penghuni kamar-kamar lainnya masih enggan beranjak dari pembaringan- saya membopong kasur gulung tipis (maklum, jaim). Benda pertama yang mengisi ruangan ini. Dinding kamar semula kusam, dipoles warna krem yang dikemudian hari berubah biru langit. Terpal plastik bermotif papan catur menutupi lantai semen kasar. Tetap saja terasa dingin hingga karpet biru tua melapisi seluruh lantai. Kasur kapuk menumpuk kasur gulung tipis, berselimut sprei bergambar pikachu dan psyduck, bergantian dengan corak kembang. Meja belajar yang cukup berat, untuk mengangkutnya perlu memakai jasa open cap milik satpam. Lemari pakaian plastik yang tak bertahan lama, berganti lemari kayu kokoh. Akuarium kecil buatan tetangga, dengan isi yang terus berganti. Berujung kesedihan, dan akhirnya dibiarkan kosong. Speaker, tv akira, pemutar vcd dan mpeg3 dengan merek tidak jelas, menjadi benda terakhir pengisi kamar, menjelang akhir tahun perkuliahan.
Masa bodoh dengan feng shui untuk menata kamar, yang penting terasa lapang.
Kamar tiga kali tiga, terlalu sempit memang jika lima atau enam tetamu bersamaan rerebahan, melepas lelah seusai kuliah. Tapi tak membatasi cerita yang kan mengalir. Tentang kami, kuliah, soalsoal ujian, cinta, guyonan dan tawa. Sesekali menyemangati pemilik kamar menyajikan cemilan. Bila ia tak bergeming karena masa paceklik, maka tetamu harus sadar diri. Saling berpandang, berharap akan ada penyumbang dana. Atau bersiaplah untuk memulai episode gerilya. Coca cola botol besar, es batu, teh botol, teh celup, goreng pisang, goreng sukun, sepiring sambal, sebungkus biskuit atau warung surabaya. Hingga, satu persatu tetamu beranjak pergi.
Kamar tiga kali tiga, selalu saja lapang untuk memberi kenangan. Dalam sebuah bingkai persahabatan.
Tiap kali menyusuri setapak, kini saya tahu pasti jendela itu tertutup rapat. Jelang sebulan sejak pemiliknya di rantau. Hanya memandang sekilas, sekedar memilahmilah kenangan yang hendak diputar ulang.
Hei... rendezvous yuk...
jendela kamar ini bakal tertutup rapat hingga bulan sepuluh, menunggu penghuni baru akan membuka jendela kembali. soalnya masa sewa baru habis bulan itu, dasar teman saya gak mau rugi ^_^
|
posted by adhip @ dalam hening kata, kala 2:35 PM |
|
|
|
|
|