Wednesday, April 21, 2004 |
Menjerat nyamuk |
Gerah dan pengap. Ada baiknya menguak lebar daun jendela. Biar dingin malam leluasa menerobos masuk. Ingin pula bertopang dagu di bibir jendela, mendoyongkan badan melewati batas jendela. Niatan yang selalu urung. Teralis besi terpatri, terbaut kuat di sisi-sisi jendela. Ketakutan, kekhawatiran, kecemasan yang dimiliki mungkin saja menjadi alasan kenapa ia ada di situ. Ketenangan, kelegaan, mungkin juga akan timbul setelah ia ada. Dan secara sadar pula, kini ia memerangkap, memenjara, menghalang keinginan untuk sekedar melongokkan kepala, memandang keluar.
Dingin malam menyelusup celah-celah teralis. Bersama dengungan-dengungan menyelinap serta. Merelakan saat tetirahan ; memejam mata, melemas otot-otot kaku, melepas penat harus terganggu. Refleks, menajam saraf-saraf auditus, mengindra dalam gelap, dan tangan menepuk. Sesaat, mengingat akan masa-masa menjerat nyamuk, kecil dulu.
Kakak saya yang mengajarinya. Darimana kakak saya belajar, itu tidak saya ketahui. Sedikit tetesan minyak kelapa di atas permukaan piring kaleng atau plastik. Perlahan, piring digoyangkan ke kiri, kanan, depan, belakang, memutar. Mengusahakan tetesan minyak yang bergulir lamban menutupi seluruh permukaan. Jika ingin lebih cepat, cukup satu telunjuk membalur permukaan piring. Lalu, piring diayunkan, dikibas-kibaskan menepis udara. Berlomba, menghitung berapa banyak nyamuk yang telah terjerat. Piring terus dikibas-kibaskan. Berlari memburu nyamuk terbang lambat dengan perut membuncit kekenyangan. Menjerat nyamuk-nyamuk yang terbang bergerombol di atas kepala. Hingga muncul candaan, semakin banyak nyamuk terbang bergerombol di atas kepala, maka ia lah yang memiliki rambut paling bau. Apakah betul atau tidak, saya belum pernah membaca teori yang membenarkannya. Yang jelas, saya sering menjumpai nyamuk-nyamuk memilih warna gelap atau ruang-ruang gelap sebagai tempat beristirahat siang mereka.
Nyamuk-nyamuk yang terjerat, dibiarkan begitu saja. Tidak tahu akan diapakan. Tergelak bersama, ketika muncul celetukan untuk menggorengnya.
Dingin malam menyelusup celah-celah teralis. Bersama dengungan-dengungan hilang timbul mengalun di udara. Ah, sudah, lupakan saja menjerat nyamuk. Lupakan pula menyemprot pembasmi serangga dengan jendela-jendela yang terkuak lebar. Lupakan pula asap anti nyamuk bakar yang menyesak nafas. Lupakan saja membalur lotion yang terkadang memberi rasa panas di kulit. Dalam lelah yang sangat, mata kan terpejam cepat, berharap hilang lelah. Tanpa harus terusik dengungan-dengungan yang bersenandung riang. Memasrahkan nyamuk-nyamuk berpesta pora.
|
posted by adhip @ dalam hening kata, kala 5:37 PM |
|
|
|
|
|