Friday, December 05, 2003 |
Perahu |
"Mas, nanti nyebrang saja, terus ikutan jalan itu. Nanti nemu perahunya!"
Perahu? iya, perahu penyeberangan. Pulang dari warnet di simpang tiga semarang, tidak tau jalan balik ke rumah di pamularsih (berangkat didrop sama bokap yang ngantor). Waktu sopir angkot jurusan johar-sampangan nyampein nanti harus nyeberang kali pakai perahu buat ganti angkot lagi, rada-rada surprised (namanya kali garang, hwalah kok sangar yak). Ngebayangin perahunya nanti seperti apa, rakit ato sampan, terus kalinya dalam ato nggak (soalnya nggak bisa berenang, kalo kecebur...*byur* basah lah :D ) Seumur-umur, belum pernah namanya naik perahu penyeberangan.
Dari arah jalan gunung kelud menuju tempat perahunya nyandar, melewati jalan setapak yang di musim hujan begini agak becek, ngelewatin beberapa rumah, sunyi. Rumpun bambu di sisi kanan, ilalang sepinggang, lahan bekas pembuatan batu bata seta kebun kecil tanaman kemangi. Sepanjang setapak ada kali kecil yang bermuara di kali garang. Dari setapak menuju titian bambu tempat perahu nyandar, menurunin undakan-undakan yang tersemen rapih.
Kali garang sendiri lebarnya tidak seberapa, sekitar 7-8 meter, berarus pelan warna coklat keruh. dalamnya mungkin tidak mencapai 1 meter (waktu itu, ada dua anak laki-laki seumuran smp lagi asyik nyebur).
Perahunya terbuat dari kayu, panjang dan lebar empat dan dua meter. Kedua sisi tepi bagian tengah perahu terdapat masing-masing dua buah tiang yang beratapkan seng, buat berteduh. Di satu sisi pada kedua tiang terdapat katrol yang terhubung dengan tambang besi yang melintasi lebar kali garang dan terikat kuat pada dua pokok di bantaran kali, sehingga perahu tidak akan terbawa arus. Tambang tinggal ditarik dan perahupun menyeberang, tentunya lebih ringan dengan bantuan katrol.
Juru perahunya, lelaki sepuh, namun tangannya masih kokoh mencengkeram tambang. Iseng, saya nanya penghasilan sehari bisa dapat berapa. Yang ditanya malah bingung, terus senyum, "menopo mas?"
"Sehari bisa dapat berapa pak?" mengulang pertanyaan. Lagi-lagi ia cuma tersenyum lalu diam. Ah, ini bapak nggak tau ngomong indonesia kali, atau malu-malu nyebutin penghasilannya. Salah saya sendiri sih, tidak ada angin tidak ada hujan langsung nanya penghasilan. Mestinya pake basabasi dulu kali yak? nanya sudah berapa lama kerja gini, banyak ato tidak orang yang make jasa perahunya, bukan langsung nanya jumlah nominal *pletak* :p
Mungkin tidak perlu biaya yang bejibun untuk membuat titian bambu sederhana yang menghubungkan kedua bantaran kali garang. Tapi tidak adanya titian bambu itu merupakan rezeki bagi si juru perahu sepuh itu. Sebagai apakah ia kelak bila di tempat tersebut berdiri jembatan yang kokoh?
Perahu menepi, kepingan logam berlomba masuk ke dalam kaleng plastik bekas sabun colek ukuran besar. Menghadirkan irama gemerincing penuh senyum.
|
posted by adhip @ dalam hening kata, kala 10:33 AM |
|
|
|
|
|