Wednesday, August 27, 2003 |
Cinta sejati??!! |
Deg. Wajah itu hampir tidak berubah sama sekali. Hanya kerutan di wajahnya saja yang menambah ketuaan. Tetap cantik, menyiratkan kelembutan. Wajah itu kembali memenuhi memori otakku, memutar mundur secara cepat ke masa lalu. Sepuluh tahun yang lalu, saat usiaku 8 tahun, wajah itu meninggalkan kami (ayah,aku dan ragil). Ia selalu kufantasikan telah meninggal, dan setiap menjelang ramadhan dan idul fitri kami akan menziarahi kuburannya. Tapi itu hanya sebuah rasionalisasi untuk mengikis rasa benciku padanya, setidaknya untuk memberi cap baik padanya. Seandainya saja ia benar-benar mati, tentu saja mbah putri yang sudah sepuh (ibu wajah itu) akan mengabarkannya pada kami, yang tak pernah pergi kemana-mana. Sosok itu masih asyik bercengkerama dengan bocah laki-laki, dan sosok pria yang seusianya. Penuh kemesraan dan kasih sayang, yang selama 10 tahun selalu kuimpikan. Deg, sosok itu menyadari diriku yang memperhatikannya. Memandangku cukup lama, sebelum aku meninggalkannya dengan gugup.
***
Suara di ujung telepon yang baru saja mengucapkan salam itu benar-benar tidak berubah. Tetap penuh kelembutan. "Jangan dulu tutup teleponnya, aku ingin bicara!" pintanya. "Suatu pembelaan?" tanyaku. Suara diseberang mengiyakan, tetap penuh ketenangan. "Kenapa baru sekarang?" "Maap. Kau pasti belum siaap saat itu. Dan kini saat yang tepat, setidaknya kau sudah sedikit mengetahuinya bukan?" Seperti yang sudah kuduga,ia berfikir saat pergi meninggalkan kami, aku masih kanak-kanak yang belum bisa memahami. Huh... seandainya saja kau tahu, aku lebih dewasa dari yang kau sangka, karena kau memaksakannya, mengambil semua masa kanak-kanak yang seharusnya aku dapatkan. "Aku menikah dengan ayahmu karena terpaksa, sama sekali tanpa rasa cinta.Pernikahan kami karena kemauan kedua orang tuaku." ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya panjang. "Aku telah mempunyai kekasih, dan sangat mencintainya. Hanya saja aku terlalu lemah untuk berontak saat itu." "Dan kotak musik itu...?" "Ya, itu hadiah yang ia berikan saat merayakan setahun hubungan kami. Dan hanya benda itu yang mengobati kerinduanku padanya, memupuk keberanianku." Kotak musik dengan miniatur sepasang kekasih yang berdansa mengikuti iringan lagu itu sangat disayanginya. Sering aku melihatnya menitikkan air mata bila melihat benda itu. Melarang aku dan ragil bermain kotak musik itu. Aku belum tahu kenapa ia sangat menjaganya saat itu. "Sepuluh tahun, waktu yang cukup bagiku untuk menumbuhkan keberanianku untuk meninggalkan kalian. Maap, aku harus kembali padanya yang tetap menantiku." "Ya, sepuluh tahun itu pula... ibu memupuk keegoisan ibu, meninggalkan kami begitu saja tanpa rasa kasih sayang sedikitpun," sambungku. Berat aku mengucapkan kata "ibu", toh sedari tadi ia menggunakan kata "aku" bukan ibu. "Maap, suatu saat mungkin kau dapat memahaminya. Salam buat ayah dan adikmu." Hah...?? betapa perkasanya ia, mampu menghapus segala memori tentang kami. Bagian masa lalunya. Sesuatu yang sama sekali musykil kulakukan. Seandainya saja ia mencoba mencari tahu, betapa ayah sangat mencintainya. Ayah yang selalu mengasuh dan menyayangi kami (aku dan ragil), menghabiskan sebagian besar waktunya bersama kami hanya untuk mencoba mengubur memori tentang dirimu. "Kenapa ayah tidak menikah saja lagi?Daripada repot begini?" tanyaku suatu saat, saat menyiapkan bekal sekolah kami. "Karena ayah mencintai ibumu, mencintai kalian semua..." Tuuuttt...sejak tadi telepon terputus, mendengung keras ditelinga. I luv u dad.
|
posted by adhip @ dalam hening kata, kala 10:07 PM |
|
|
|
|
|